Rabu, 06 April 2011

KASIH

Kata benda “kasih” dan “kasih karunia”  (terjemahan Lembaga Alkitab Indonesia) secara bergantian dipadankan dengan kata Ibrani “khen” (khet-sere-nun) dan “tekhinnah” (tet-shewa-khet-hiriq-nun-qames-he). Sedangkan bentuk kata kerja “mengasihani” dipadankan dengan kata Ibrani “khanan” (khet-qames-nun-patah-nun).
Ketiga kata Ibrani tersebut berasal dari akar kata yang sama, yaitu “khet-nun”. Dalam piktogram Ibrani kuno, huruf “khet” adalah sebuah gambar dinding tenda yang berfungsi sebagai pelindung. Sedangkan huruf “nun” adalah sebuah gambar benih, yang berarti “melanjutkan”. Kombinasi dua gambar tersebut dapat berarti “dinding berlanjut” atau “pelindung yang berlanjut”.
Sebagaimana pola pikir Ibrani, konsep “kasih karunia” bukanlah konsep abstrak yang berdiri sendiri. Konsep ini dibangun dari sesuatu yang konkret, yang dapat dikenali dari indera kita. Bagaimana orang Ibrani kuno mengenal konsep “kasih karunia” ini? Ternyata, konsep ini berhubungan dengan pola mereka membangun perkemahan. 
Perkemahan para pengembara Ibrani terdiri dari banyak tenda. Mereka membentuk kelompok-kelompok. Masing-masing kelompok merupakan perkemahan keluarga (kaum) dan bisa terdiri dari kurang lebih 50 tenda.   Tenda-tenda tersebut mereka dirikan secara melingkar. Sehingga, dinding tenda-tenda tersebut seperti berlanjut: satu dinding dari satu tenda dilanjutkan dengan satu dinding dari suatu tenda yang lain yang membentuk lingkaran. Dinding tenda seperti inilah yang disebut “dinding berlanjut”.
Di dalam dinding perkemahan seperti itulah kaum keluarga tinggal dan menjalani kehidupan mereka. Sebagaimana fungsi dinding tenda adalah pelindung bagi orang-orang yang ada di dalam tenda itu, maka makna “kasih” berhubungan dengan perlindungan yang tidak putus-putus bagi orang-orang yang ada di balik dinding itu. Mereka dapat merasakan dan mengalami kebebasan, kasih, dan keindahan hidup di dalam tenda.
Nubuatan PL dan Penggenapan PB
Kata “kasih karunia” dalam Yeremia 31: 2 (LAI) diterjemahkan dari kata Ibrani “khen”. Suatu perlindungan yang tak putus-putus diberikan Allah kepada bangsa Israel dan Yehuda. Kasih yang demikian itu dinyatakan sebagai nubuat perjanjian baru Allah (Yeremia 31:31-34).
Apakah nubuat seperti itu disampaikan ketika Israel dan Yehuda memiliki ketaatan kepada Allah? Jawabnya: tidak! Hampir separuh dari kitab Yeremia menubuatkan kehancuran Yehuda, karena pemberontakan mereka. Seluruh waktu  kenabian Yeremia dipakai Allah untuk memperingatkan Yehuda, tapi mereka tidak mau bertobat. (Akhirnya kehancuran terakhir seluruh kerajaan Yehuda terjadi tahun 586 SM karena serangan Babel).
Bayangkan betapa bermurah hatinya Allah! Di tengah pemberontakan Yehuda dan nubuatan hukuman terhadap bangsa itu, Allah pun menyampaikan firmanNya melalui sang nabi, bahwa akan ada perjanjian baru Allah. Perjanjian baru itu menyangkut “perlindungan yang tak putus-putus dari Allah”.
Dalam PB perjanjian baru itu telah digenapi Allah melalui kematian dan kebangkitan Tuhan Yesus (Lukas 22:20) dan berlaku bagi umat perjanjian baru Allah (Ibrani 8:8-13).  Puncak dari “kasih karunia” (“khen”) itu adalah keselamatan Israel rohani dengan dihapuskannya dosa umat perjanjian Allah (Roma 11:27).
Sudahkah saya dan Anda menikmati “perlindungan yang tak putus-putus dari Allah” itu? Hanya percaya kepada Tuhan Yesus kita akan menikmati perlindunganNya yang bersifat kekal.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar